Pemerintah perlu tegas dalam melaksanakan
kebijakan penghematan subsidi bahan bakar yang saat ini membengkak Rp5 triliun
per bulan. Salah satunya, pemerintah harus berani menaikkan harga bahan bakar
minyak bersubsidi saat syarat-syarat dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2012 terpenuhi.
Dalam Undang-Undang APBN-P 2012, pemerintah boleh
menaikkan harga BBM yang saat ini hanya Rp4.500 per liter, saat rata-rata harga
minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai 15 persen di atas asumsi APBN-P selama
enam bulan terakhir, atau sekitar US$120,75 per barel.
"Saat harga minyak mentah di atas US$120,75
per barel, pemerintah harus berani menaikkan harga. Tak ada kompromi,"
kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Sofyano Zakaria, kepada VIVAnews,
Rabu 25 Apri 2012.
Menaikkan harga adalah kemungkinan paling efektif
dibandingkan kebijakan lain. Apalagi, penghematan bahan bakar yang sedianya
dijadwalkan Mei, urung diputuskan
dalam rapat paripurna kabinet, Selasa malam 24 April 2012.
Memang, pembatasan sendiri merupakan langkah yang
sangat riskan. Selain susah diterapkan, kebijakan ini juga rawan melanggar
konstitusi.
Menurut Sofyano, bila pembatasan diterapkan, ada
perbedaan perlakuan antara si kaya dan si miskin. Si miskin boleh meminum bahan
bakar bersubsidi, sedangkan si kaya tidak. "Padahal, di mata hukum, warga
negara kaya dan miskin sama saja," katanya.
Anggaran subsidi energi yang diperkirakan bisa
membengkak menjadi Rp340 triliun ini, pemerintah bisa melakukan penghematan
dari berbagai macam pos. Seperti menaikkan cukai rokok, menaikkan royalti batu
bara, renegosiasi kontrak penjualan gas dan pertambangan emas, peningkatan lifting
minyak dengan optimalisasi penggarapan ladang-ladang minyak yang belum digarap,
serta konversi BBM ke energi non minyak.
"Bila semua dilaksanakan, ini bisa menambah
pendapatan negara lebih dari Rp100 triliun," katanya.
Dalam APBN-P 2012, Dewan Perwakilan Rakyat
menyepakati subsidi energi Rp225 triliun yang terdiri atas subsidi BBM Rp137
triliun, subsidi listrik Rp67 triliun, dan dana cadangan fiskal energi Rp23
triliun. Cadangan fiskal ini bisa digunakan saat dalam keadaan darurat.
Hal yang sama juga disampaikan Direktur Center
for Petroleum and Energy Economics Dr Kurtubi. Menurut dosen Universitas Indonesia
ini, pemerintah tak perlu repot mewacanakan atau bahkan menetapkan pembatasan
BBM. Langkah paling efektif adalah menaikkan harga.
Selain berpotensi melanggar, kebijakan pembatasan
BBM juga dinilai sebagai kenaikan harga terselubung. Bagaimana tidak, konsumen
yang biasa menggunakan BBM pada harga Rp4.500 per liter akan berubah menjadi
Rp10.000, sesuai harga Pertamax saat ini.
Kebijakan ini juga tak mendidik masyarakat.
Karena, rakyat hanya disuruh pindah dari minyak (Premium) ke minyak (Pertamax)
yang saat ini mahal dan harus diimpor. Pemerintah sebaiknya mengejar
pembangunan infrastruktur bahan bakar gas agar masyarakat secara sukarela mau
pindah ke energi yang jauh lebih murah dan melimpah di Indonesia.
Sementara itu, pengamat transportasi, Djoko
Setijo Warno, mengatakan, masyarakat sudah terlalu asik dengan harga bahan
bakar murah yang disubsidi pemerintah. Karena itu, sewaktu-waktu naik, rakyat
langsung bergejolak. "Rakyat sudah terlalu dimanjakan di dalam
energi," katanya.
Akibatnya, angkutan umum dan transportasi massal
tak berkembang. Karena angkutan jelek, meski jalanan juga macet, rakyat lebih
memilih kendaraan pribadi. Apalagi, bahan bakarnya murah. (art)
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal
5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
- Undang Undang No. 5 tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999
Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58
Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen
- Surat Edaran Dirjen Perdagangan
Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen
yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
- Surat Edaran Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman
Pelayanan Pengaduan Konsumen