Senin, 30 April 2012

Dampak kenaikan BBM dalam UU KONSUMEN



Pemerintah perlu tegas dalam melaksanakan kebijakan penghematan subsidi bahan bakar yang saat ini membengkak Rp5 triliun per bulan. Salah satunya, pemerintah harus berani menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi saat syarat-syarat dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2012 terpenuhi.
Dalam Undang-Undang APBN-P 2012, pemerintah boleh menaikkan harga BBM yang saat ini hanya Rp4.500 per liter, saat rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai 15 persen di atas asumsi APBN-P selama enam bulan terakhir, atau sekitar US$120,75 per barel.
"Saat harga minyak mentah di atas US$120,75 per barel, pemerintah harus berani menaikkan harga. Tak ada kompromi," kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Sofyano Zakaria, kepada VIVAnews, Rabu 25 Apri 2012.
Menaikkan harga adalah kemungkinan paling efektif dibandingkan kebijakan lain. Apalagi, penghematan bahan bakar yang sedianya dijadwalkan Mei, urung diputuskan dalam rapat paripurna kabinet, Selasa malam 24 April 2012.
Memang, pembatasan sendiri merupakan langkah yang sangat riskan. Selain susah diterapkan, kebijakan ini juga rawan melanggar konstitusi.
Menurut Sofyano, bila pembatasan diterapkan, ada perbedaan perlakuan antara si kaya dan si miskin. Si miskin boleh meminum bahan bakar bersubsidi, sedangkan si kaya tidak. "Padahal, di mata hukum, warga negara kaya dan miskin sama saja," katanya.
Anggaran subsidi energi yang diperkirakan bisa membengkak menjadi Rp340 triliun ini, pemerintah bisa melakukan penghematan dari berbagai macam pos. Seperti menaikkan cukai rokok, menaikkan royalti batu bara, renegosiasi kontrak penjualan gas dan pertambangan emas, peningkatan lifting minyak dengan optimalisasi penggarapan ladang-ladang minyak yang belum digarap, serta konversi BBM ke energi non minyak.
"Bila semua dilaksanakan, ini bisa menambah pendapatan negara lebih dari Rp100 triliun," katanya.
Dalam APBN-P 2012, Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati subsidi energi Rp225 triliun yang terdiri atas subsidi BBM Rp137 triliun, subsidi listrik Rp67 triliun, dan dana cadangan fiskal energi Rp23 triliun. Cadangan fiskal ini bisa digunakan saat dalam keadaan darurat.
Hal yang sama juga disampaikan Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Dr Kurtubi. Menurut dosen Universitas Indonesia ini, pemerintah tak perlu repot mewacanakan atau bahkan menetapkan pembatasan BBM. Langkah paling efektif adalah menaikkan harga.
Selain berpotensi melanggar, kebijakan pembatasan BBM juga dinilai sebagai kenaikan harga terselubung. Bagaimana tidak, konsumen yang biasa menggunakan BBM pada harga Rp4.500 per liter akan berubah menjadi Rp10.000, sesuai harga Pertamax saat ini.
Kebijakan ini juga tak mendidik masyarakat. Karena, rakyat hanya disuruh pindah dari minyak (Premium) ke minyak (Pertamax) yang saat ini mahal dan harus diimpor. Pemerintah sebaiknya mengejar pembangunan infrastruktur bahan bakar gas agar masyarakat secara sukarela mau pindah ke energi yang jauh lebih murah dan melimpah di Indonesia.
Sementara itu, pengamat transportasi, Djoko Setijo Warno, mengatakan, masyarakat sudah terlalu asik dengan harga bahan bakar murah yang disubsidi pemerintah. Karena itu, sewaktu-waktu naik, rakyat langsung bergejolak. "Rakyat sudah terlalu dimanjakan di dalam energi," katanya.
Akibatnya, angkutan umum dan transportasi massal tak berkembang. Karena angkutan jelek, meski jalanan juga macet, rakyat lebih memilih kendaraan pribadi. Apalagi, bahan bakarnya murah. (art)
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
  • Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
  • Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
  • Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
  • Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
  • Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar