Bab I
Pendahuluan
Sebelum membahas mengenai hak konsumen, ada
baiknya kita memahami dulu apa pengertian hak itu. Sudikno Martokusumo dalam bukunya
Mengenai Hukum: Suatu Pengantar menyatakan bahwa dalam pengertian
hukum, hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan
sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh
hukum.
Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum
Perlindungan Konsumen di Indonesia menyebutkan bahwa ada tiga macam hak
berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni:
- Hak
manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita
lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak boleh
diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.
- Hak
yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara
kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. Contohnya
hak untuk memberi suara dalam Pemilu.
- Hak
yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada
perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Contohnya pada peristiwa jual beli. Hak pembeli adalah menerima barang.
Sedangkan hak penjual adalah menerima uang.
Adapun hak konsumen diatur didalam Pasal 4 UU PK , yakni:
- Hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa. Tujuan utama konsumen dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa adalah memperoleh manfaat dari barang/jasa yang
dikonsumsinya tersebut. Perolehan manfaat tersebut tidak boleh mengancam
keselamatan, jiwa dan harta benda konsumen, serta harus menjamin
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
- Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan. Tentu saja konsumen tidak mau mengkonsumsi
barang/jasa yang dapat mengancam keselamatan, jiwa dan hartanya. Untuk itu
konsumen harus diberi bebas dalam memilih barang/jasa yang akan
dikonsumsinya. Kebebasan memilih ini berarti tidak ada unsur paksaan atau
tipu daya dari pelaku usaha agar konsumen memilih barang/jasanya.
- Hak
atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa. Sebelum memilih, konsumen tentu harus
memperoleh informasi yang benar mengenai barang/jasa yang akan
dikonsumsinya. Karena informasi inilah yang akan menjadi landasan bagi
konsumen dalam memilih. Untuk itu sangat diharapkan agar pelaku usaha
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang/jasanya.
- Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan. Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian dalam
mengkonsumsi suatu barang/jasa. Ini berarti ada suatu kelemahan di
barang/jasa yang diproduksi/disediakan oleh pelaku usaha. Sangat
diharapkan agar pelaku usaha berlapang dada dalam menerima setiap pendapat
dan keluhan dari konsumen. Di sisi yang lain pelaku usaha juga diuntungkan
karena dengan adanya berbagai pendapat dan keluhan, pelaku usaha
memperoleh masukan untuk meningkatkan daya saingnya.
Bab II
Pemahasan
Pelanggaran Hak-hak
Konsumen Pelanggaran hak-hak
konsumen di Indonesia
merupakan hal yang jamak, masih kita jumpai sehari-hari kasus keracunan makanan
dan kecelakaan yang menempatkan konsumen sebagai korban. Beberapa sebab
terjadinya pelanggaran hak konsumen adalah rendahnya tanggung jawab pelaku
usaha, tidak maksimalnya regulasi pemerintah, dan mandulnya penegakkan hukum. Pelanggaran hak-hak konsumen dapat berupa
pelanggaran bersifat substantif maupun prosedural sebagaimana diatur dalam UU
Perlindungan Konsumen atau berbagai UU sektoral. CONTOH HAK KOSUMEN YANG DILANGGAR : 1.Contoh hak konsumen yang dilanggar terjadi di
sumba timur . warga Keluarahan
Wangga, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur saat mengikuti sosialisasi UU
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Kabupaten Sumba Timur, Rabu (2/7/ 2008). Sosialisasi itu
disampaikan Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan Konsumen, Paulus KB Tarap, Kasi
Pembinaan dan Pengembangan Usaha, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Sumba Timur, Domu Wara, S.E dan Pengurus YLKI Sumba Timur.
Warga mempertanyakan keseriusan pemerintah
dalam melindungi hak-hak konsumen, karena pelanggaran-pelanggaran terhadap hak
konsumen selama ini masih terus berlangsung. Sementara UU perlindungan
konsumen, kata warga, baru tahap sosialisasi, padahal sudah ditetapkan sejak
tahun 1999.
Peserta yang terdiri dari pemuda karang
taruna, tokoh agama, tokoh masyarakat mengaku kaget setelah mendengar berbagai
sanksi yang cukup berat dalam undang-undang tersebut terhadap setiap
pelanggaran terhadap hak-hak Konsumen dan bentuk-bentuk pelanggaran seperti apa
yang bisa ditindak dengan undang-undang tersebut. Markus misalnya, meminta YLKI
Sumba Timur dan pemerintah mensosialisasikan undang-undang ini tidak hanya
kepada warga masyarakat tetapi juga kepada pelajar di sekolah dan orang tua
siswa. Sementara Soleman mengatakan, pelanggaran terhadap hak konsumen masih
terus terjadi karena tidak adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum
terhadap para pelaku pelanggaran. Akibatnya, kata Soleman, tidak da efek jera
dari para pelaku. Para peserta juga menyoroti
masalah rekening air dan listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian. Juga,
enertiban minuman keras tradisional. Mereka mempertanyakan, sikap pemerintah
daerah dalam hal ini Dinas Perindag Sumba Timur terhadap usaha minumam yang
selama ini menjadi sasaran penertiban pihak kepolisian dengan alasan tidak
memiliki izin dan kadar alkoholnya elum diketahui. Aloysius meminta pemerintah
agar usaha minumam keras tradisional ini jangan dimatikan tetapi dibina
sehingga produk yang dihasilkan memenuhi standar baik kadar alkoholnya maupun
kebersihan karena selama ini wadah yang digunakan untuk membuat miras tradisional
mudah terkontaminasi seperti drum aspal, drum merkuri dan drum bekas oli.
Sementara untuk penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran hak-hak konsumen,
Aloysius meminta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan membentuk PPNS dan segera
minta rekomendasi dari Departemen Hukum dan HAM agar masa kerja PPNS yang
berkaitan dengan perlindungan terhadap hak konsumen berlaku selama tiga tahun.
Penyidikan PPNS, katanya, harus sampai tahap P21 atau pengadilan sehingga tidak
ada lagi campur tangan polisi dan jaksa
Bab III
Kesimpulan
. Tingkat
pemahaman masyarakat tentang hak-hak dirinya sebagai konsumen masih sangat
rendah, yakni maksimal hanya 15% konsumen mengtahui akan haknya, sehingga
kampanye perlindungan konsumen masih perlu digalakkan. terjadi karena sebagian
besar masyarakat baru mau memahami tentang hak-hak konsumen tersebut setelah
ada persoalan, di mana ini terjadi akibat dari minimnya sosialisasi dari
pemerintah tentang pentingnya perlindungan konsumen. Sosialisasi pemerintah
sangat kurang, bahkan dari pihak pemerintahan sendiri banyak yang kurang sadar
akan perlindungan konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar